Malang, Teh

Pagi itu pra kuliah udah selesai disiapkan. Rapihkan diri beranjak dari rumah. Beberapa pesan yang diterima, sedikit memberi gambaran. Beberapa asumsi sempat tertepis, anggapan yang tak berdasar juga penilaian mereka.

"Mau kemana, jarum jam jauh menuju angka 6"

"Sarapan", singkatku.

Langkahkan kaki, susuri gang yang antarkan ke lokasi. Masih sepi, jalan pun lenggang. Sesampainya di sana beberapa menu baru ditata. Beberapa orang saja yang sesekali melintas di tepi jalan.

"Teh panas, bu."

Wanita paruh baya itu dengan cekatan meramu meski beberapa menu mesti ia siapkan. Menuju bangku berjejer muka jalan, mengamati kendaraan-kendaraan yang lalu lalang. Tapi masih saja belum muncul sosok pengirim pesan.

Teh datang, kebulan asapnya temani dudukku. Sesekali melongok layar ponsel, tak ada pesan. Mungkin dalam perjalanan. Pulsa yang dikirim pun tak kunjung sampai. Mungkin dengan beberapa detak jarum jam lagi ia muncul dan bisa bersantap pagi bersama. Gores-gores pena menjadi coretan tak beraturan. Mulai tak betah dan ingin beranjak.

Jarum pun terus berputar,angka tujuh hampir terlewat. Jam kuliah hampir berdentang. Malang, sosok itu pun tak jua muncul. Jalan yang kian ramai dengan roda-roda yang berlari dengan cepatnya. Dan teh pun hampir habis.

Sesegera mungkin sebrangi jalan yang masih ramai, tas sudah di pundak, ternyata waktu yang dialokasikan itu tak sedikitpun berfaedah. Terbuang dan tak didapati sesosok pun si pengirim pesan.

0 komentar:

Posting Komentar