...Qoriyatii...




Semburat merah di ufuk timur makin lama makin meninggi. Menghangatkan bumi dan tebarkan kebahagiaan untuk seisi alam. Pemandangan hijau membentang dari pepohonan yang berjajar diatas bukit berbaris dengan tangguhnya. Burung-burung bersiulan, bunga-bunga bermekaran, serangga beterbangan, daun-daun makin menghijau dengan klorofil dan embun yang menetes di ujungnya, gemercik air, hilir mudik ikan di kolam jernih, hmm… sepoi angin pun membelai lembut. Begitulah suasana pagi di ujung bukit permai desaku. Nampak asri meski efek globalisasi menyambangi.
Jalan hitam, mulus berkelok, tanjakan dan turunan yang masih tampak ramah, tikungan yang demikian mesra, menjadikan ciri khas tersendiri. Trek yang disayangkan jika tak disaba.
Tak usah jauh mengisi liburan. Dinding dan atap yang masih kokoh itu, cukuplah sebagai vila. Lepas penat setelah berbulan-bulan arungi hari dengan segudang aktifitas yang tak henti. Ketenangan, keindahan pemandangan yang disuguhkan, keramahan penduduk desanya, menjadikan penawar yang tepat.
Sedikit bercerita kondisi masyarakat di desaku. Sebagian besar dari mereka adalah petani. Ya, mereka menanam padi, jagung, kedelai, juga umbi-umbian. Tak sekedar bertani, mereka juga berkebun. Menanam kopi, kapolaga, kunyit-kunyitan, alba, pohon jati pun kemarin-kemarin marak digemari. Beternak pun menjadi pilihan disamping bertani dan berkebun. Sapi, kerbau, kambing, ayam, bebek, mentok, burung, ikan, masih dijumpai di sini. Beberapa dari mereka menjadi pedagang, baik dagang di luar pulau jawa ataupun dagang sembakau, membuka kios mungil untuk penuhi kebutuhan masyarakat sekitar. Tukang kayu, tukang bangunan, sopir pun ada di desaku. Ada juga yang merantau di kota, baik kota besar seperti Semarang, Bandung, Bogor, Jakarta. Kebanyakan tertarik di Pulau Jawa bagian barat. Mereka ada yang sedang menuntut ilmu, mencari penghidupan ataupun mencari nafkah di sana. Beberapa guru, dokter, bidan dan perawat pun ada di desa kami. Multi profesi dan pastinya dari keberagaman ini menjadikan desa kami lebih berwarna.
Berbicara pendidikan, sebagian besar penduduk mulai sadar akan pentingnya pengenyaman bangku sekolah. Lembaga pendidikan formal berdiri megah dan lembaga non formal pun masih berjalan. Untuk lembaga pendidikan formal ada dua Sekolah Menengah Pertama (SMP), empat Sekolah Dasar (SD), Dua Madrasah Ibtidaiyah (MI), empat Taman Kanak-Kanak (TK), dua Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Adapun pendidikan non formal berupa Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) yang ada di masjid-masjid di semua grumbul di desaku. Meski keberadaan TPQ sendiri masih tersendat-sendat lantaran kekurangan tenaga pengajar yang mumpuni. Kebanyakan pengajar adalah tenaga suka rela yang masih peduli dengan anak bangsa yang haus akan agama. Harapan besar ketika ada pelatihan semacam diklat untuk memantapkan juga menambah ilmu mereka. Bahkan metode pembelajaran, sarana dan prasarana juga terkait kesejahteraan pendidik masih perlu diperhatikan demi kelancaran kegiatan belajar-mengajar.
Segi kepercayaan, penduduk desa kami sebagian besar beragama islam. Beberapa dari pendatang beragama non islam. Pengetahuan agama islam segi ilmu bisa dikatakan cukup baik, meski sebenarnya masih membutuhkan tausiyah dan bimbingan keagamaan yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW sangat dibutuhkan. Ini tak lepas dari adanya kefanatikan tentang taklid yang selama ini masih begitu kental. Taklid, Churafat, Bid’ah, Syirik sedikit terasa, ini tak lepas dari agama peninggalan leluhur terkait animisme dan dinamisme, juga agama-agama terdahulu sebelum hadirnya islam. Seperti ke hindu-hinduan, ke budha-budha’an. Jadi semacam ada percampuran dari agama-agama itu. Ke depan inginnya ada sang pencerahan yang hadir dan mampu menjernihkan, memurnikan kembali agama islam yang sebenarnya. Menyadarkan tanpa harus menentang atau bermusuhan dengan penduduk asal.
Pemerintahan di desa kami terstruktur dari Rukun Tangga (RT), Rukun Warga (RW), Kepala Dusun (Kadus) dan Kepala Desa (Kades). Perlu kawan-kawan ketahui perbedaan antara Kepala Desa dan Lurah. Lurah itu pimpinan desa yang ditunjuk oleh pemerintah dan dia itu termasuk Pegawai Negri Sipil (PNS), berbeda dengan kepala desa yang bukan diambil dari PNS tapi tetap ada kesejahteraan yang dialokasikan dari pemerintah untuknya. Siapapun pemimpin desanya, ia harus mampu menjadi pemimpin yang baik, yang profetik, yang tabligh (menyampaikan), amanah (dapat dipercaya), fatonah (cerdas), punya rasa empati, dan bertanggung jawab pastinya. Jadi tidak sekedar mau tapi juga mampu memiliki beberapa kecakapan yang sudah saya sebutkan tadi. Yang pasti kita-kita lah pewaris pimpinan umat.
Terlepas dari itu semua, aku  ingin menceritakan suatu hal penting terkait tempat tinggalku. Ya, tanah yang menopang pondasi rumah-rumah kami tak lagi kuat. Entah apa yang menjadikannya demikian. Sekiranya ada pakar geologi yang datang dan melihat langsung struktur lapisan tanah kami. Ah, mungkin itu sekedar ilusi. Toh butiran-butiran tanah itu enggan lagi menyatu.
Suatu malam, ketika rintik-rintik hujan turun, terjadi lah peristiwa itu. Kami, penduduk grumbul Karangnangka, tepatnya RT 2 RW4 dikejutkan dengaan suara bergelegar luar biasa. Awalnya kami kira itu hanya suara petir yang menyambar sesuatu. Getaran tanah dan kekhawatiran kami, terutama keluargaku yang kebetulan menempati rumah di tepi jurang.
Setelah beberapa saat kemudian, hujan reda dan kami keluar rumah. Bukan hanya penghuni rumahku, tetangga pun turut berhamburan keluar. Pemandangan luar biasa terpampang di depan mata kepala ini. Engkau tau apa yang terjadi?
Kerlip bintang gemintang bergelantung di pekat malam. Putih terpancar di selimut nan tebal menghitam. Satu terpancar bak bunga api yang menculat jauh tinggi di sana. Beberapa dari mereka membentuk pola-pola abstrak yang bisa dilukiskan menurut keinginan. Aku lukis muka desaku di ujung sana. Desa nan permai yang kini tak lagi berpenghuni banyak orang. Ya, semenjak kejadian itu mereka memindahkan semua properti ke tempat yang dirasa mampu menyokong pondasi rumahnya. Kini tinggal beberapa yang bertahan. Bahkan pondasi rumah kami mulai goyang digrogoti struktur tanah yang enggan lagi bersatu.